PUBLIKASI HASIL PENGUKURAN PERKEMBANGAN GIZI BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TAPIN TAHUN 2022

07 Februari 2023 03:52:25 Admin : Dinas Kesehatan
Editor : Dinas Kesehatan

A.    GAMBARAN UMUM KABUPATEN TAPIN

Kabupaten Tapin pada awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang kemudian memisahkan diri pada Tahun 1965. Kabupaten Tapin dibentuk dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Tanah Laut, Daerah Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 Tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di Kalimantan. Berdasarkan peraturan tersebut Kabupaten Tapin berkedudukan di Rantau dan terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu Kecamatan Tapin Utara, Tapin Selatan, Tapin Tengah, Binuang, Candi Laras Utara dan Candi Laras Selatan.

Kabupaten Tapin mempunyai batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut:

·    Sebelah Timur     =          Kabupaten Banjar

·    Sebelah Barat     =          Kabupaten Barito Kuala

·    Sebelah Selatan  =          Kabupaten Banjar

·    Sebelah Utara     =          Kabupaten Hulu Sungai Selatan



Kabupaten Tapin mempunyai luas wilayah 2.174,95 km2, yang merupakan 4,23% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Tapin mempunyai 12 kecamatan yang terdiri dari 126 desa dan 9 kelurahan dengan jumlah penduduk Kabupaten Tapin sebanyak 189.457 jiwa.



B. PERKEMBANGAN SEBARAN PREVALENSI STUNTING


              Pasca terbitnya Peraturan Presiden no 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting telah ditindak lanjuti dengan perubahan Petunjuk Teknis Pelaksanaan 8 (delapan) Aksi Konvergensi Penurunan Stunting di Daerah yang ditetapkan oleh 3 kementrian dan lembaga yaitu Kemetrian Dalam Negeri, Bappenas dan BKKBN, dimana dalam aksi 7 sebelum perubahan merupakan aksi Pengukuran dan Publikasi Stunting berdasarkan analisis hasil pengukuran yang dilakukan Dinas Kesehatan, maka untuk aksi 7 peribahan merupakan publikasi dari analisis hasil pengukuran dan hasil Audit Kasus Stunting (AKS).    

             Pengukuran dan Publikasi Angka Stunting adalah upaya Kabupaten Tapin untuk memperoleh data prevalensi stunting terkini pada skala layanan puskesmas, kecamatan dan desa. Hasil pengukuran tinggi badan anak di bawah lima tahun serta publikasi angka stunting digunakan untuk memperkuat komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam percepatan penurunan stunting. Sedangkan  AKS merupakan salah satu kegiatan priorotas sebagaimana dimaksud  dalam Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional nomor 12 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024. AKS merupakan upaya untuk mengidentifikasi risiko dan penyebab risiko pada kelompok sasaran berbasis surveilans rutin atau sumber data lainnya yang mana dalam mengidentifikasi dilakukan untuk menemukan atau mengetahui resiko-resiko potensial penyebab langsung ( asupan tidak adekuat, penyakit infeksi) dan penyebab tidak langsung terjadinya stunting pada calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas, baduta dan balita.

              Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin sebagai penanggung jawab pengukuran dan publikasi stunting telah melakukan pengukuran status gizi terutama stunting pada balita. Kegiatan pengukuran panjang badan atau tinggi badan bersamaan dengan bulan penimbangan balita dilakukan dua kali dalam setahun yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan. Data pengukuran panjang badan atau tinggi badan diinput dalam aplikasi elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masayarakat (e-PPGBM) yang dientry oleh petugas gizi, apabila ada data yang bermasalah gizi dikonfirmasi oleh petugas gizi atau dinas kesehatan. Selain data status gizi balita juga diinput data riwayat tindakan terhadap balita yang bermasalah gizi, kemudian dianalisa faktor-faktor deteminan  penyebab masalah gizi untuk diintervensi sesuai penyebabnya


Tabel 1. Cakupan Pengukuran Balita Agustus 2020-2022

Tahun

Jumlah Balita

Jumlah Balita diukur

%

2020

11.974

10.141

84 %

2021

14.500

11.638

80 %

2022

13.608

11.841

87,01 %



           Berdasarkan data e-PPGBM pada tabel 1, total balita di Kabupaten Tapin per Agustus 2022 sebanyak 13.608 anak. Pada penimbangan bulan Agustus 2022 dari jumlah balita yang melakukan pengukuran dan penimbangan sebanyak 11.841 anak atau sebesar 87,01%, hal ini mengalami kenaikan baik dari jumlah maupun persentase partisipasi pada 2 tahun sebelumnya

               Tabel 2. Hasil Pengukuran Balita Agustus 2022



            Selanjutnya berdasarkan hasil pengukuran bulan Agustus 2022 didapatkan hasil anak yang pertumbuhannya masuk kategori “pendek” sebanyak 1.090 balita, kategori “sangat pendek” sebanyak 264 balita, sedang yang  “normal” 10.385 balita dan kategori “tinggi” sebanyak 102 balita. Dari tabel tersebut kategori stunting sebanyak 1354 balita (penjumlahan balita pendek dan sangat pendek) dengan angka prevalensi sebesar 11,43%.




C. KONDISI STUNTING KABUPATEN TAPIN

Grafik 1. Prevalensi Balita Stunting di Kabupaten Tapin Tahun 2021-2022



            Prevalensi Stunting Kabupaten Tapin Tahun 2021-2022 telah bergerak dalam Rangka Upaya Percepatan Penurunan Stunting sesuai RPJM 2024 menjadi 14%.  Menurut data e-PPGBM di Kabupaten Tapin tahun 2022 sebesar 11,43%, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar 11,54%.  Sebaran wilayah pada Kabupaten Tapin dapat dilihat dari 12 Kecamatan yang terdiri 13 Puskesmas, Tetapi jika dilihat perkecamatan ada 5 Kecamatan (5 Puskesmas) prevalensinya turun yaitu Kecamatan wilayah Puskesmas Piani, Bakarangan, Baringin, Tambarangan, dan Hatungun dan 7 Kecamatan (8 Puskesmas) justru mengalami kenaikan, tetapi terlihat pada grafik bahwa kenaikan tersebut tidak terlalu signifikan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin telah melaksanakan intervensi sensitive dan sfesisik antara lain kegiatan yang telah dilakukan sebelum lahir dan sesudah lahir :
1. Pemeriksaan screening anemia
2. Konsumsi tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri di sekolah dan pada ibu hamil
3. Pemeriksaan kehamilan
4. Pemantauan tumbuh kembang
5. Promosi asi eksklusif, menyusui dan tatalaksana balita dengan masalah gizi
6. Pemberian Vitamin A
7. Pemberian obat kecacingan
8. Peningkatan cakupan dan pelayanan imunisasi dasar dan tambahan
9. Pemberian makanan tambahan berbasis pangan lokal pada 4 sasaran : catin, ibu hamil, balita dan ibu nifas.
10. Edukasi tentang Kesehatan kepada remaja putri, ibu hamil, dan keluarga balita
11. Singkronisasi data PBI secara berkala
12. Advokasi, koordinasi dan kemitraan dalam percepatan penurunan stunting


D. FAKTOR DETERMINAN YANG PERLU PERHATIAN

Grafik 2. Prevalensi Faktor Determinan Balita Stunting di Kecamatan  Kabupaten Tapin Tahun 2022


Hal-hal yang kemungkinan masih menjadi penyebab terjadinya stunting yang terhimpun dalam e-PPGBM adalah sebagai berikut :
1. Sasaran yang tidak memiliki Jaminan Kesehaatan Nasional (JKN) sebanyak 4.003 atau sebesar 57,89%.
2. Sasaran yang tidak dapat akses air bersih sebanyak 3.138 atau sebesar 45,38%.
3. Adanya kejadian cacingan sebanyak 195 atau sebesar 2,82%
4. Akses jamban sehat menjadi faktor penyebab berikutnya, dari data masih ada 3.017 atau sebesar 43,63% belum mempunyai jamban sehat.
5. Keluarga anak stunting ditemukan sebanyak 2.660 atau sebesar 38,47% anggota keluarga yang merokok.
6. Kejadian anak stunting, sebanyak 5,81% ibunya pada saat kehamilan mengalami kekurangan energi kronis (KEK)
7. Anak yang memiliki penyakit penyerta ada sekitar 0,77% atau sebanyak 53 balita

Hal-hal yang kemungkinan masih menjadi penyebab terjadinya stunting yang terhimpun dalam Audit Kasus Stunting (AKS) kepada 4 sasaran yaitu catin (calon pengantin), ibu hamil, balita stunting, dan ibu nifas adalah sebagai berikut :
1. Terlalu muda menikah menjadi faktor melahirkan anak stunting
2. Terlalu banyak anak sehingga pola asuh masih keliru dan berdamapk pada anak
3. Kurangnya pemahaman terhadap gizi seimbang sehingga berpengaruh pada konsumsi perhari rumah tangga
4. Pendidikan orang tua masih rendah
5. Masih ada orang tua yang merokok sehingga balita menjadi perokok pasif dan ibu balita kurang energi kronis (KEK)
6. Masih ada penyakit penyerta pada anak stunting



E. PERILAKU KUNCI RT 1000 HPK YANG MASIH BERMASALAH

1. Petugas 
- Kurang maksimalnya informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada masyarakat tentang stunting.
- Kurangnya jumlah tenaga gizi yang ditempatkan di desa, sehingga mengakibatkan ketebatasan ibu hamil untuk akses pada layanan kesehatan.
- Pemberian tablet Fe kepada remaja dan ibu hami juga sebatas disampaikan, belum dipastikan apakah tambelt Fe tersebut dikonsumsi dan sampai habis.
- Program penyuluhan kunjungan rumah tidak berjalan optimal khususnya untuk  monitoring evaluasi PMT pangan lokal ke sasaran.

2. Masyarakat
- Kunjungan Bayi balita dan ibu hamil ke posyandu masih rendah.
- Kualitas kader perlu ditingkatkan terutama dalam penyuluhan, pelayanan tumbuh kembang dan pencatatan pelaporan dengan aplikasi elektronik.
- Dukungan suami saat kehamilan, persalinan dan nifas masih rendah, terlihat dari rendahnya keikutsertaan suami pada kelas ibu hamil. 
- Masih ada masyarakat yang memiliki jamban pribadi tetapi masih BAB di sungai
- Banyaknya sampah yang tidak dikelola dilingkungan rumah/ lingkungan Desa
- Belum di kelola dengan baik masalah limbah rumah tangga

3. Individu 
- Pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang stunting rendah.
- Hanya sebagian kecil responden, termasuk ibu hamil, ibu baduta, anggota RT, petugas kesehatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat, mengerti dampak          negatif dari stunting.
- Perlu peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan air minum yang terstandardisasi. Perlu melakukan pengawasan terhadap DAMIU agar          terstandardisasi. 
- Buang air besar (BAB) sembarangan masih adai di kalangan masyarakat.
- Anggota keluarga ikut memakan PMT yang diberikan kepada balita maupun kepada ibu hamil.
- ASI eksklusif masih rendah



F. KELOMPOK SASARAN BERISIKO

1. Remaja Putri, Ibu hamil, Ibu  nifas dan bayi balita
2. Keluarga miskin.
3. Keluarga yang tinggal di sepanjang aliran sungai.
4. Keluarga dengan kesulitan akses pelayanan kesehatan.
5. Keluarga yang anggota keluarganya perokok .

Melihat point a sampai dengan c di atas maka beberapa rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan stunting adalah :
1. Pemberharuan data masyarakat yang mempunyai Jaminan Kesehatan. Memperluas kepesertaan JKN dan update data  JKN  secara rutin, untuk memastikan
     masyarakat miskin punya jaminan kesehatan.
2. Validasi Pencatatan Pelaporan Data Balita yang diukur di EPPGBM
3. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) bagi masyarakat dan tokoh masyarakat tentang stunting dan permasalahanya.
4. Pemicuan/ penyuluhan tentang STBM kepada Masyarakat agar tetap menggunakan jamban sehat serta mendorong masyarakat secara swadaya dan Lintas
     sektor terkait untuk membangun jamban sehat bagi masyarakat yang belum mempunyai jamban sehat pribadi
5. Bekerjasama dengan SKPD Lain tentang perencanaan perpipaan Limbah Rumah Tangga
6. Mendukung adanya PERDA tentang larangan Buang Air Besar di Sembarang Tempat
7. Adanya laporan rutin tentang 5 Pilar STBM disetiap Desa dan Kecamatan
8. Refresing pengetahun dan keterampilan tenaga kesehatan dan kader posyandu dalam pengukuran penggunaan alat antropometri sesuai standar
9. Peningkatan kapasitas kader dan petugas dalam Komunikasi Perubahan Perilaku dan Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA).
10.Monitoring dan evaluasi pmt pangan lokal secara berkala kepada sasaran
11.Penambahan SDM gizi untuk desa – desa lokus stunting. 
12.Membuat inovasi terkait pengawasan terhadap pemberian Fe untuk remaja putri dan bumil, pengawasan pemberian PMT untuk bayi/balita dan bumil KEK.